ASAL MULA KECAMATAN MODO
Secara geografis
Kecamatan Modo, berada di
bagian barat wilayah Kabupaten Lamongan, dengan
batas wilayah, sebelah utara Kecamatan Babat,
sebelah timur Kecamatan Kedungpring, sebelah
selatan Kecamatan Bluluk dan Ngimbang, sebelah
barat Kecamatan Bourno dan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro. Luas
wilayah Kecamatan Modo 77, 58 Km2 atau setara
dengan 7.758 hektar, terdiri tanah sawah 4.175 ha,
tanah tegal/ladang 1.307 ha, tanah pekarangan/permukiman 683 ha tanah hutan
1.445 ha dan tanah lainnya seluas 411,4 ha merupakan dataran rendah dengan
ketinggian kurang dari 60 m diatas permukaaan air laut. Keadaan iklim wilayah
Kecamatan Modo, tergolong beriklim tropis. Musim penghujan
terjadi antara bulan Nopember sampai dengan
April, sedangkan musim kemarau
terjadi antara bulan Mei sampai dengan Oktober. Temperatur suhu udara
rata – rata 20 – 34 °C.Adapun curah hujan pada tahun 2012 sebanyak 2.261 mm,
atau rata – rata curah hujan keadaan lima tahun terakhir sebanyak
1.329 mm. Secara administratif Kecamatan Modo, terdiri 17 desa, 76 dusun,
269 RT dan 85 RW, dengan jumlah penduduk 46.401 jiwa terdiri laki-laki
sebanyak 22.643 jiwa dan perempuan 23.725 jiwa, dan terdiri 13.058 Kepala
Keluarga. Mata pencaharian penduduk sebagian besar bekerja di sektor pertanian,
sebanyak 22.950 jiwa (85,4 %), jasa dan perdagangan 1.606 jiwa (6 %), Pegawai
Negeri 498 jiwa (2 %), industri kecil/rumah tangga 394 jiwa (1 %) dan di sektor
lainnya sebanyak 1.402 jiwa (5.6 %).
Letak Administratif
Secara
geografis letak Kecamatan Modo memiliki batas sebagai berikut:
a)
Sebelah
Utara : Kecamatan Babat
b)
Sebelah
Timur : Kecamatan Kedungpring
c)
Sebelah
Selatan : Kecamatan Bluluk dan Kecamatan Ngimbang
d)
Sebelah
Barat :Kecamatan Buerno dan Kecamatan Kepohbaru (Kab. Bojonegoro)
Wilayah desa yang termasuk dalam
wilayah kecamatan Modo adalah:
1. Desa Jatipayak
2. Desa Jegreg
3. Desa Kacangan
4. Desa Kedungglerep
5. Desa Kedungpengaron
6. Desa Kedungrejo
7. Desa Kedungwaras
8. Desa Medalem
9.
Desa Mojorejo.
10. Desa Nguwok
11. Desa Pule
12. Desa Sambangrejo
13. Desa Sambungrejo
14. Desa Sidodowo
15. Desa Sidomulyo
16. Desa Sumberagung
17. Desa Yungyang
Yang di pimpin oleh camat ABDUL KHOWI, S.Sos, MM.
Adapun batas-batas
administrasinya adalah;
a) Sebelah Timur : Desa Yugyang
b) Sebelah Barat : Desa Sambngrejo, Desa medalem, dan Desa Sumberagung
c) sebelah Utara : Desa Sidodowo
d) Sebelah Selatan : Desa Slaharwotan Kecamatan Ngimbang.
a) Sebelah Timur : Desa Yugyang
b) Sebelah Barat : Desa Sambngrejo, Desa medalem, dan Desa Sumberagung
c) sebelah Utara : Desa Sidodowo
d) Sebelah Selatan : Desa Slaharwotan Kecamatan Ngimbang.
Dan
juga telah ditetapkan bahwa letak wilayah Kota Modo dari pusat pemerintahan
kabupaten Lamongan adalah berjarak 37 Km. Dapat dilihat dalam Peta Wilayah
Administratif IKK Kecamatan Modo no peta
dan
Peta Orientasi Kecamatan Modo Terhadap Kabupaten Lamongan
Alangkah
senangnya saya ketika teman-teman dari Litbangda Kabupaten Lamongan mengajak
saya untuk menelusuri jejak sejarah atas kepercayaan masyarakat sekitar
Kecamatan Modo yang mempercayai kalau Gajah Mada seorang Patih dari Kerajaan
Majapahit merupakan putra daerah dari sana. Kecamatan Modo adalah desa yang
berada kira-kira 30 kilometer di sebelah barat Kota Lamongan atau sekitar 50
kilometer sebelah selatan Kota Tuban. Apabila anda mencari di Google earth
cukup arahkan koordinatnya di 7'11'22'69 S dan 112'10'15'50 T. Desanya cukup
asri dan subur karena berada jajaran pegunungan Kendeng.
Untuk
mengetahui sumber sejarah lisan tersebut, Tim menelusuri terhadap 2 obyek
sejarah yang dianggap penting dalam mendukung sejarah tersebut yakni Makam
Gunung Ratu yang berada di Desa Cancing dan situs-situs yang ada di Desa Modo.
Adalah
Desa Cancing suatu desa yang berada di tengah hutan jati di wilayah Kecamatan
Ngimbang, disana terdapat suatu bukit yang cukup tinggi sekitar 100 meter yang
berada di sebelah selatan jalur jalan desa Girip - Cancing. Bukit yang cukup
sejuk karena dinaungi oleh beberapa pohon jati dan jenis fiscus yang batangnya besar
dan daun-daunnya sangat rindang. Tepat diatas bukit terdapat bangunan yang
mirip padepokan yang disalah satu bangunan tersebut terdapat Makam Dewi Andong
Sari yang merupakan ibunda dari mahapatih Gajah Mada.
Bangunannya
sangat terawat dan bersih yang setiap hari dikelola dan dirawat oleh Mbah
Sulaiman seorang juru kunci dari Makam tersebut. Dari juru kunci inilah saya
merekam sejarah lisan asal usul Kelahiran Gajah Mada ke iPhone saya.
Di awal
berdirinya Majapahit, yaitu pada akhir abad XIII M, didesa Cancing (sekarang
masuk kecamatan Ngimbang) kedatangan sekelompok prajurit Majapahit yang sedang
mengiringkan garwo selir Raden Wijaya yang sedang mengandung yang bernama
Dewi Andong sari.
Sekelompok
prajurit tersebut mendapat tugas rahasia untuk menyingkirkan (mungkin membunuh)
Dewi Andong Sari yang mendapat perintah dari Permaisuri Dara Petak dan Dara
Jingga karena khawatir kalau Dewi Andongsari akan memiliki bayi laki-laki, tapi
karena suatu hal Dewi Andong Sari tidak dibunuh melainkan hanya disembunyikan
di suatu desa yang terletak di dalam hutan jauh dari pusat pemerintahan
Majapahit ( ± 35 km arah barat laut dari Trowulan ). Desa tersebut dipimpin
oleh Ki Gede Sidowayah yang juga mempunyai keahlian membuat senjata pusaka.
Setelah
usia kandungan cukup maka lahirlah bayi laki-laki, tapi sayang Dewi Andong Sari
tidak berumur panjang. Pada saat putranya masih kecil ia meninggal dunia dan di
makamkan ditempat tersembunyi yaitu di atas bukit dan di tengah rimbunnya
hutan. Makam tersebut sampai sekarang terawat dengan baik dan dikenal dengan
sebutan makam Gunung Ratu dan termasuk dalam pengawasan Dinas Purbakala
Trowulan Mojokerto.
Karena Ki
Gede Sidowayah tidak mempunyai istri tentu saja merasa kerepotan dalam merawat
bayi, karena itu bayi tersebut diserahkan pada adik perempuannya (janda Wura
Wari) yang tinggal di Desa Modo. Bayi laki-laki tersebut tumbuh sehat dan
cerdas yang kemudian di panggil dengan nama Joko Modo (pemuda dari Modo).
Seperti
pemuda desa pada umumnya, Joko Modo pun ikut bekerja membantu orang tua
angkatnya yaitu sebagai pengembala kerbau. Karena kecakapanya Joko Modo oleh
sesama teman pengembala dianggap sebagai pemimpin. Meskipun hanya sebagai
pemimpin sekelompok anak gembala, ternyata bakat kepemimpinannya mulai nampak.
Untuk
memudahkan mengawasi kerbau-kerbau yang sedang digembala tersebut, Joko Modo
dan kawan-kawan gembala lainnya naik diatas bukit kecil sehingga jarak
pandangnya menjadi jauh dan luas. Bukit tersebut sampai sekarang masih ada dan
oleh masyarakat setempat dinamakan Sitinggil (Siti = tanah, Inggil =
tinggi) artinya tanah yang tinggi.
Pada saat
Joko Modo diatas bukit sambil mengawasi kerbau-kerbaunya itu tidak sengaja ia
pun kadang-kadang melihat iring-iringan prajurit Majapahit menuju Tuban atau
sebaliknya dari Tuban menuju majapahit. Hal ini terjadi karena letak Modo
memang berada diantara Majapahit dan Tuban.
Situs Tambatan kerbau Gajah Mada,
lokasi Desa Modo
Dari seringnya
melihat iring-iringan prajurit Majapahit yang gagah-gagah tersebut membuat hati
Joko Modo tertarik, kelak suatu saat ia ingin menjadi prajurit Majapahit juga.
Karena
jasanya terhadap Majapahit, maka pada suatu saat Ki Gede Sidowayah diberi
hadiah tanah perdikan di Songgoriti Malang. Ki Gede Sidowayah tidak lupa
mengajak pula Joko Modo ke Songgoriti, dengan pertimbangan agar jiwa,
sikap, serta cara berpikir Joko Modo yang cerdas dan cakap bila
berkembang dengan baik, hal ini dimungkinkan karena Songgoriti daerahnya
lebih subur dan makmur jika dibandingkan dengan Modo atau Ngimbang Lamongan
yang letaknya jauh di dalam lebatnya hutan belantara.
Karena
kecapaian dan kepandaiannya tersebut dan didukung oleh pengaruh Ayah angkatnya
yaitu Ki Gede Sidowayah maka Joko Modo akhirnya tercapai cita-citanya yaitu
menjadi prajurit Majapahit, yang kelak Kemudian kariernya terus menanjak
sehingga menjadi Patih Gaja Mada seorang tokoh besar di Kerajaan Majapahit.
Demikianlah
cerita rakyat yang dituturkan oleh Mbah Sulaiman. Untuk mendukung kebenaran
cerita tersebut, ada beberapa argumen yang memperkuat bahwa Tokoh Gajah Mada
lahir di Desa Modo.
1.
Peristiwa penculikan Dewi Andong sari dari Keraton Majapahit (1299 M)
Adanya
peristiwa rencana pembunuhan terhadap Garwo Selir Raden Wijaya yang sedang
mengandung yaitu Dewi Andong Sari sangat mungkin terjadi atas kehendak Putri
Indreswari yaitu Dara Petak. Dara Petak adalah Putri Melayu yang datang ke
Majapahit bukan atas kehendak sendiri, melainkan dibawa oleh Kebo Anabang (Pemimpin
ekspedisi Pamalayu) sebagai putri rampasan sebab negerinya ditaklukkan oleh
Singosari / Majapahit. Ketika ia melahirkan anak laki-laki yang diberi nama
Kalagemet (Jayanegara) tahun 1294 M. Ia sangat senang, sebab kedua anak Raden
Wijaya permaisuri yang lain semuanya wanita yaitu : Diyah Tribhuana Tungga Dewi
dan Diyah Wiyat Sri Raja Dewi. Dengan demikian cita-citanya pasti terwujud,
sebab sepeninggal Raden Wijaya tahta Kerajaan pasti jatuh ketangan
anaknya.
Tapi
perasaan gembira itu berubah jadi cemas setelah tahu Garwo Selir Raden Wijaya
yaitu Dewi Andong Sari teryata hamil, jika nanti Dewi Andong Sari melahirkan
anak laki-laki tentu akan jadi Bantu sandungan bagi cita-citanya. Karena itu
sebelum Dewi Andong Sari melahirkan ia harus segera segera dilenyapkan.
2.
Ditinjau dari segi geografis
- Posisi Cancing, Ngimbang dengan trowulan jika ditarik garis lurus 35 km, suatu jarak yang masuk akal sebagai jalur pelarian untuk tempat sembunyinya Dewi Andong sari, apalagi Cancing berada di dalam lebatnya hutan.
- Joko Modo sering melihat iring-iringan prajurit Majapahit menuju Tuban atau sebaliknya dari Tuban menuju Majapahit, itu sangat masuk akal sebab Modo memang terletak diantara jalur Majapahit dengan Tuban.
3.
Ditinjau dari segi politik
Pada saat
pemberontakan Ra Kuti (1319) Gajah Mada yang saat itu menjadi kepala
pasukan Bhayangkara menyelamatkan Raja Jaya Negara dengan sembunyi di Desa
Bedander. Para sejarawan banyak yang menduka bahwa Bedander yang dimaksud itu
adalah Dander di Bojonegoro, padahal tidak. Sebab ada lagi nama Desa yang
namanya persis sepert yang disebut dalam Negara Kertagama yaitu Badander (buah
dander) yang berada di kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang.
Jarak
antara Desa Bedander dengan Cancing, Ngimbang hanya 10 km, sedang jarak
Badander Trowulan 25 km, sehingga sangat mungkin yang dimaksud Desa Bedander
tempat persembunyian Raja Jayanegara kerena adanya pemberotakan Rakuti adalah
Bedander trsebut (bukan Dander Bojonegoro).
Suatu
kebiasaan, jika ada kerusuhan di ibu kota maka para pembesar ibu kota berusaha
menyelamatan diri ke Daerah asalnya yaitu daerah dimana ia dilahirkan dan
dibesarkan. Dengan pertimbangan ia tentu mendapat dukungan dan perlindungan
dari masyarakat sekitarnya, disamping juga menguasai medan sehingga banyak membantu
untuk perjuangan berikutnya.
Demikian
juga halnya dengan Gajah Mada, kemungkinan benarnya ia tidak sengaja sembunyi
di Desa Badander melainkan ke Desa Cancing (Ngimbang) tempat ia berasal. Tapi
karena kondisinya pada saat itu tidak memungkinkan disamping letak Badander
dengan Ngimbang sangat dekat apalagi adanya jaminan perlindungan dari Ki Buyut
Badander, maka dipilihnya Badander sebagai tempat persembunyian sementara
sambil menyusun siasat untuk merebut kembali tahta kerajaan dari pemberontak
Ra Kuti.
4.
Ki Gede Sidowayah mendapat hadiah tanah perdikan di Songgoriti Malang.
Dalam
sejarah adalah hal yang wajar jika seseorang mendapat hadiah tanah perdikan
dari Raja sebagai imbalan karena orang tersebut berjasa besar pada Raja
atau Negara. Demikian juga halnya dengan Ki Gede Sidowayah yang mendapat
tanah perdikan di Singgoriti.
Ada dua
kemungkinan Ki Gede Sidowayah mendapat tanah perdikan di Songgoriti yaitu :
- Sebagai seorang Mpu mungkin Ki Gede Sidowayah pernah membuat sejenis pusaka yang ampuh untuk Raden Wijaya. Tapi kemungkinan ini lemah, sebab diantara banyak pusaka peninggalan Majapahit tidak dikenal buatan Mpu Sidowayah. Disamping itu dalam sejarah belum pernah ada seseorang mendapat hadiah tanah perdikan hanya karena berjasa membuat pusaka untuk Raja.
- Karena Ki Gede Sidowayah berjasa besar yaitu menyelamatkan garwo selir R. Wijaya yang sedang mengandung hingga melahirkan dengan selamat. Untuk menjaga kerahasiaan tersebut Ki Gede Sidowayah diberi hadiah tanah perdikan yang letaknya sangat jauh dari Lamongan yaitu di Songgoriti Malang. Sebab jika diketahui bahwa R. Wijaya punya anak laki - laki selain Kalagamet, maka bias timbul masalah besar dalam proses pergantian raja sepeninggalan R. Wijaya nanti. Mungkin kedua inilah yang agak lebih mendekati kebenaran.
5.
Peristiwa Tanca tahun 1.328 M ( Bhasmi bhuto nangani ratu = 1250 C )
Dalam
pararaton disebutkan "...selama Ra Tanca menjalankan tugas
pengobatan terhadap raja Jayanegara Gajah Mada mengawasinya, begitu Tanca
membunuh Jayanegara maka Gajah Mada langsung membunuh Ra Tanca"
Dalam
pararaton tersebut dengan jelas mengatakan kalau Jayanegara meninggal karena
dibunuh oleh Ra Tanca, kemudian Ra Tanca langsung dibunuh oleh Gaja Mada tanpa
proses pengadilan. Kita semua sependapat jika Ra Tanca membunuh Jayanegara
karena sakit hati sebab istrinya pernah diganggu oleh Jayanegara. Tapi
mengapa Ra Tanca langsung dibunuh oleh Gaja Mada tanpa proses pengadilan
?, tidak ada orang mempermasalahkan .
Kalau kita
memperhatikan cerita rakyat Ngimbang tentang Joko Modo, sangat mungkin bahwa
peristiwa pembunuhan Jayanegara oleh Ra Tanca adalah hasil scenario Gajah Mada
sendiri. Sebab ibunda Gajah Mada Yaitu Dewi Andong Sari dileyapkan dari istana
oleh ibunda Jayanegara yaitu Dara Petak. Peristiwa itu tentu sangat menyakitkan
hati Gajah Mada, sehingga timbullah niat balas dendam yaitu melenyapkan Jaya
negara melalui tangan Ra Tanca, setelah itu Ra Tanca langsung dibunuhnya untuk
menutup rahasia itu selamanya.
6.
Peristiwa Bubat tahun 1357 M ( Sanga Turangga Paksa Wani = 1279 C )
Ketika
raja Hayam Wuruk sudah cukup dewasa untuk menikah, maka dikirimkan kesegala
penjuru untuk mencari wanita yang paling cantik, segala lukisan yang dikirimkan
ke Majapahit tidak ada yang menarik kecuali lukisan putri Sunda yaitu
" Diyah Pitaloka ". Maka dipinanglah Diyah Pitaloka
untuk menjadi permaisuri Raja Hayam Wuruk.
Pada saat
upacara pernikahan terjadilah beda pendapat antara Gajah Mada dengan keluarga
pihak pengantin putrinya yaitu : Gajah Mada menghendaki agar raja Sunda
menyerahkan putrinya kepada Raja Majapahit sebagai upeti, sedang raja Sunda
menghendaki upacara pernikahan sebagaimana mestinya, yaitu putrinya harus
dijemput oleh keluarga Majapahit denga upacara pernikahan sebagaimana biasanya.
Beda
pendapat tersebut tidak dapat diselesaikan maka terjadilah perang yang
mengakibatkan terbunuhnya semua orang Sunda termasuk calon permaisuri yaitu
Diyah Pitaloka. Peristiwa tersebut terjadi di lapangan Bubat karena itu
dinamakan perang Bubat dan terjadi tahun 1256 C /tahun 1357 M ( Sanga
Turangga Paksa Wani)
Peristiwa
Babat tersebut jelas kesalahan besar Gajah Mada, akibat tindakan Gajah Mada
tersebut tidak saja berakibat gagalnya pernikahan Hayam Wuruk tapi juga
meninggalnya calon permaisuri Diyah Pitaloka beserta keluarga pengiringnya
Karena kesalahan itu kemudian Gajah Mada diberi sanksi yaitu dibebas tugaskan
selama 2 ( dua ) tahun ( 1357 1359 M).
Mengapa
kesalahan Gajah Mada yang begitu besar terhadap raja hanya mendapat hukuman
ringan ? Mengapa pula Gajah Mada terlibat begitu dalam soal pernikahan Hayam
Wuruk ? Banyak kemungkinan untuk menjawabnya, diantara jawaban itu ialah
: " Hayam Wuruk merasa enggan dengan Gajah Mada sebab Gajah Mada itu
pamannya sendiri. Hal ini terjadi karena Gajah Mada adalah adik ibunda Hayam
Wuruk (Diyah Tribhuwana Tungga Dewi) satu ayah lain ibu. Gajah Mada anak R.
Wijaya dari istri selir Dewi anak R. Wijaya dari permaisuri Gayatri.
7.
Gajah Mada tidak mau kudeta terhadap kekuasaan Hayam Wuruk
Pada saat
Hayam Wuruk dinobatkan sebagai Raja, ia baru berusia 17 tahun. Segala urusan
pemerintahan diserahkan kepada Gajah Mada. Bahkan sejak masa pemerintahan
ibunda hayam Wuruk yaitu Tribhuwana Tungga Dewi urusan pemerintahan seolah
diserahkan sepenuhnya kepada Gajah Mada.
Keadaan
seperti itu sangat memungkinkan jika Gajah Madam mau kudeta, dalam arti Gajah
Mada mau kudeta maka tidak akan ada hambatan yang berarti. Lalu timbul
pertanyaan mengapa Gajah Mada tidak melakukan kudeta ? banyak kemungkinan untuk
menjawab, diantaranya jawaban itu ialah : "karena raja Hayam Wuruk masih
Keponakan Gajah Mada sendiri ".
(Sumber :
Mbah Sulaiman, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Lamongan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar